Rabu, 24 November 2010

Matikan TV Mu..!!



Category :Books
Genre      : Nonfiction
Author     :Sunardian Wirodono



Menjadi Penonton Kritis

Judul        : Matikan TV-Mu : Teror Media Televisi di Indonesia
Penulis     : Sunardian Wirodono
Peresensi : Yon's Revolta
Penerbit   : Resist Book,
Tebal        : xix + 177 halaman

Anda keranjingan nonton televisi ? hati-hati karena televisi bisa melenakan. Betapa tidak, setiap hari stasiun televisi menawarkan berbagai tayangan yang kebanyakan berisi hiburan semata. Nyaris tak banyak acara yang mendidik apalagi berisi ilmu pengetahuan. Kalaupun ada, hanya sedikit porsi dari jam tayang keseluruhan acara. Kalau kita menyaksikan televisi, secara umum, yang dominan hanyalah sinetron-sinetron yang sekedar menawarkan sisi gelamor dan hedonisme anak muda metropolitan, tayangan gosip artis atau reality show yang menjual kehidupan susah seseorang untuk dijadikan komoditas.

Kadang, banyak yang mengeluhkan buruknya tayangan televisi itu. Terutama para orang tua dan kalangan pendidik. Tapi, hanya sebatas keluh kesah semata. Tidak banyak orang mencoba untuk melakukan protes langsung terhadap stasiun televisi yang menayangkan acara yang merusak tersebut. Padahal, kalau kita mau melakukan itu, pihak stasiun televisi setidaknya akan berpikir ulang untuk menayangkan acara-acara yang di protes oleh masyarakat banyak. Kalau kita diam saja, pihak industri televisi akan semakin leluasa untuk menjadikan kita sekedar

Nah, agar kita bisa kritis dalam mensikapi berbagai tayangan yang ada, sebuah buku karya Sunardian Wirodono ini bisa menjadi alternatif bacaan bagi Anda. Setidaknya untuk menambah wawasan dan memahami dunia pertelevisian di tanah air. Sunardian Wirodono sendiri adalah orang yang telah malang melintang didunia pertelevisian. Jadi bisa dikatakan buku ini menjadi semacam refleksi atas kiprahnya selama ini dalam bergelut didunia pertelevisian.

Buku ini diawali dengan penelusuran sejarah awal televisi di Indonesia. Sunardian menulis bahwa awalnya, televisi Indonesia lahir dari sebuah kecelakaan. Ia lahir bukan dari sebuah proses persetubuhan yang indah, yakni terjadinya interaksi kebutuhan yang muncul dalam masyarakat. Lahirnya media televisi di Indonesia didahului dengan Televisi Republik Indonesia (TVRI), lebih karena syahwat megalomanian dan ekshibisionisme Soekarno, presiden pertama RI, ketika Indonesia menyelenggarakan Asian Games IV di Jakarta (hal 3). Mengenai televisi swasta baru muncul kemudian. Acara-acara yang ditayangkan televisi swasta ini yang mendapat sorotan tajam dari Sunardian.

Selanjutnya, Sunardian membedah berbagai program tayangan yang ada di televisi seperti sinetron, berita, kuis (game show), infotainment dan reality show. Satu hal yang disoroti adalah bagaimana tayangan itu nampak seragam terjadi di beberapa stasiun yang ada. Tidak ada kreativitas yang menonjol yang coba dimunculkan oleh stasiun televisi. Hasilnya, kita tidak menemukan varian-varian tayangan, tayangan menjadi sangat monoton.

Sunardian juga tak lupa menyoroti tentang pengaruh buruk televisi. Menurutnya, anak-anak yang sering menonton tayangan kekerasan mempunyai perilaku yang lebih agresif. Sedangkan anak yang sering menonton tayangan seksisme menjadi sangat membedakan peran dan perilaku antara perempuan dan laki-laki. Dunia remaja juga begitu. Sering menonton televisi membuat remaja tidak bisa menjadi dirinya sendiri karena didikte oleh tayangan yang ada, terutama oleh sinetron. Buat orang tua, jangan senang dulu. Para Ibu kerap menjadi sasaran beragam produk yang ditawarkan melalui media televisi. Jadi, tanpa terkecuali, siapapun bisa menjadi korban televisi.

Lantas, bagaimana kita mesti mensikapi beragam program televisi yang ada. Agar televisi tidak terus menerus merongrong kita. Ada empat kemungkinan yang mesti kita pahami agar pertelevisian kita lebih baik. Diantaranya ialah (1) Aturan yang adil dari pemerintah (2) Lembaga kontrol televisi yang berwibawa ((3) Tumbuhnya kaun profesional televisi yang proporsional, serta (4) Daya kritis masyarakat sebagai kelompok penekan (hal 163). Anda yang tahu dimana sekarang berada, disitulah kontribusi Anda diperlukan. Khusus bagi masyarakat, Anda ditantang oleh Sunardian, kalau kebetulan sedang menonton televisi yang dirasa buruk ..Matikan saja TV-Mu. Sudahkan ini Anda lakukan..?

Yang terakhir, buku ini bisa memotivasi Anda untuk bisa bersikap bijaksana dalam mensikapi berbagai program televisi. Tapi, buku ini memang ada sedikit kekurangan yaitu gaya penulisan yang mirip “tugas terstruktur” layaknya makalah anak kuliahan. Dengan begitu, sangat kaku bahasanya dan membosankan. Belum lagi, kertasnya yang buram membuat buku ini tidak menarik untuk dilihat. Untuk itu bersabarlah membaca buku ini. Selamat Membaca.