Senin, 15 Agustus 2011

Story of a Baga

Menjadi Mahasiswa


2008 Saya ingat masa itu hari saya diterima disebuah sekolah tinggi swasta di Makassar, saat saya masih SMA saya sangat berharap bisa masuk di sekolah tinggi tersebut. Dan Alhamdulillah sayapun diterima masuk disana (sekolah tinggi yang katanya sekolah IT terbaik di Indonesia timur) pada saat itu saya tidak tahu apa-apa tentang Komputer, saya bahkan tidak tau cara memegang Mouse dan keyboard mengoperasikan PC apalagi dengan istilah - istilah komputer lainnya seperti INSTALASI Etc.. saya hanya mendengar kabar dari teman saya yang melihat no req saya ada pada pengumuman sekolah tinggi tsb dan diterima di jurusan system informasi STMIK Dipanegara.

 ----Menjadi malam yang penuh dengan gegap gempita Rumah---- yah 12 Tahun di jenjang pendidikan biasa dan harus merasakan aura MAHASISWA walaupun menjadi prioritas kedua dalam pilihan saya tapi saya percaya bahwa suatu hari kampus ini akan menjadikan saya Orang Sukses di dalam realita hidup yang sesungguhnya. Yah jujur di saat saya masuk kampus ini pertama kalinya saya rasakan sebuah notulensi aura yang fenomenal setelah pengumuman di terima di sebuah kampus yang katanya kampus cyber ini 2008 3tahun silam dan 2012 adalah harapan bahwa "bisa menyelesaikan perkuliahan dalam jangka waktu yang sudah di targetkan"
2008 3 Tahun silam saya masih jelek wajah, Mental, Pemikiran dan penampilan ya,biarpun sekarang juga jauh lebih parah jeleknya ahaha..  tentang asmara juga tuh hehehee dan dia juga adalah salah satu orang yang membuatku harus berubah hehehee -__-  hemm kami di bingungkan dengan masa repository sebuah masa peralihan dari masa batu ke zaman mesin hahaha dimana kami di libatkan dalam usaha yang jauh lebih keras memilih dan mengikuti organisasi yang notabene internal kampus harus membagi waktu antara kuliah dan organisasi pengisi waktu luang, tapi kenyataannya hanya selang beberapa hari setelah saya mengikuti pengkaderan Organisasi tersebut, saya seperti lari dari kenyataan bahwa saya sudah menjadi anggota/ sahabat di organisasi tsb.
Ya, sebenarnya sangat sulit membagi waktu antara rumah kampus oerganisasi. Karena jujur pergaulan di rumah dan waktu untuk asmara lebih saya utamakan di bandingkan urusan kampus apalagi organisai.

Semester 5 Tepat Liburan 2010 saya mengisi waktu liburan denga bekerja menjadi karyawan di department store di sebuah Mall di Makassar, itu adalah pengalaman kerja pertama saya''  tapi juga nasib naas bagi saya pada saat penerimaan honor saya harus mengganti rugi atas kehilangan barang yang saya jaga di mall tsb. Yah,namanya juga pada saat menjelang hari raya idul fitri, pasti orang-orang berbondong-bondong membeli pakian untuk sanak saudara. Hmm.. tapi saya bersyukur sudah punya pengalaman kerja dan Alhamdulillah setengan dari honor saya saya berikan kepada orangtua. Ciee…cciiee..

Waktupun terus berlalu dan tiba saatnya untuk memulai perkuliahan di semester 6, saya sangat bangga karena bisa berjuang hingga semester 6, banyak teman-teman saya yang bisa dikatakan gagal dalam realita perkuliahan, banyak alasan yang saya dapat dari mereka ada yang curhat dia bilang “dia mungkin salah jurusan, dan akhirnya dia lebih memilih bekerja di sebuah bengkel motor dan tidak melanjutkan kuliah” ada juga yang bilang “dia capek kuliah, dia lebih pilih cepat menikah dan tidak melanjutkan kulaih” huuftt..


Selasa, 09 Agustus 2011

Kemunafikan Manusia

Malam tahun baru, setelah selesai mengisi acara di sebuah panggung kemudian saya luangkan waktu dengan membaca buku yang sudah lama teronggok meluber dikamar. Tak luput juga saya mencari-cari artikel yang sekiranya menarik untuk menyegarkan otak dari gumpalan-gumpalan beku di kerangka kepala.
Saya temukan sebuah artikel yang dalam kacamata saya sangatlah “sensitif” di sebuah blog, sangat menarik menurut saya. Hingga tak luput sang empunya Blog pun memberikan prolog bahwa artikel ini memang sensitif. Benar, ini sangatlah sensitif. Bila dibaca oleh orang yang kacamata bacanya hanya masih terkotak dalam batasan “harfiah”. Apalagi ditambah dengan kecenderungan “malas” membaca untuk mendapatkan arti yang sesungguhnya. Seperti pernah saya temui seorang teman menuliskan sebuah hadis “Bentengilah harta kalian dengan zakat, obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah, dan hadapilah cobaan dengan do’a.” (HR. ath-Thabrani), dan saya coba untuk memancing apa kiranya yang dia lakukan untuk lebih dalam menggali arti sesungguhnya hadits tersebut, namun hanya pengembalian pendapat yang saya dapatkan bahwa itu adalah “hadits” bukan orang biasa yang mengucapkannya.
Saya rasa setiap ucapan “bermakna”, entah itu hadits ataupun kata mutiara selalu mempunyai arti lebih dalam dan tidak sekedar tatanan huruf dengan arti pasti. Karena dengan begitu adanya, seakan-akan zakat hanya digunakan untuk “mensucikan harta” dari hasil kerja yang telah didapatkan.
Maka bila siapapun yang membaca artikel ini, saya harap menyiapkan mental untuk lebih bisa meneliti dan menelaah lebih dalam setiap kalimat-kalimat yang ada di artikel ini. Artikel ini sebuah karya Ilmiah, dimana ditulis oleh seorang Profesor Doktor, dan sama sekali jauh dari kehendak untuk menggiring konflik sara ataupun sejenisnya.
Bukan bermaksud meremehkan kemampuan atau intelektualitas anda, namun ini sebagai prolog agar kita bisa membaca lebih ke dalam secara komprehensif. Mari tinggalkan budaya malas “membaca”, perbaiki ulang hal-hal bersifat pragmatis dan mengabaikan hal-hal yang bersifat bertele-tele. Karena semua itulah yang akan memberi cara pandang kita dalam menjalani hidup.
Judul dari artikel/tulisan ini yang sebenarnya adalah : MASIH PERLUKAH AGAMA?
Dalam suasana kultural modern agama telah sering jadi bahan tertawaan, olok-olok dan sinisme. Voltaire menganggap para pemuka agama tak lebih dari tukang sulap yang menggelikan. Bagi Nietzsche agama hanyalah melestarikan mentalitas budak. Dan Nietzsche telah membunuh Tuhan. Freud menganggap agama sebagai gejala mental kekanak-kanakan yang tak mau tumbuh dewasa dan bahkan sumber penyakit jiwa. Marx menganggapnya semacam narkoba yang menggerogoti daya hidup. Kaum positivis macam A.Comte cs. meyakini bahwa bagaimana pun era agama (dan metafisika) akan lewat, digantikan oleh pengetahuan ilmiah positif yang lebih jernih dan obyektif. Hegel menganggap agama hanya sebagai tahapan sementara dalam peradaban, yang akan digantikan oleh filsafat sebagai puncak kesadaran diri rasionalitas. Bertrand Russell menulis buku “Why I am not a Christian”. Ibn Warraq menulis “Why I am not a Muslim”. Di Indonesia seorang penyair bukan hanya menganggap Tuhan sudah mati, ia bahkan menganggapnya sudah menjadi fosil. Daftar macam ini bisa diperpanjang lagi, tentu. Masalahnya; apa yang menyebabkan agama menjadi bahan olok-olok begitu? Mungkin kehidupan beragama mengidap idealisme-idealisme yang dalam kenyataan lebih terasa bagai ilusi-ilusi, yang pada gilirannya justru membuatnya kehilangan kehormatan dan keanggunan.