Sabtu, 09 Februari 2013

Tuhan adalah Tuhan, Hamba adalah Hamba


Keesaan Allah adalah prinsip yang paling mendasar dalam Islam. Konsep ini berimplikasi pada kesatuan ciptaan yakni keterhubungan bagian-bagian alam yang selanjutnya berimplikasi juga pada kesatuan pengetahuan. Keyakinan bahwa Allah adalah Esa (tauhid) bukan hanya menjadi keimanan yang menjadi dasar keyakinan umat islam kepada Allah SWT, namun juga merupakan kerangka pemikiran yang membangun integritas kebenaran. Keesaan Allah SWT. menunjukkan bahwa tidak ada sekutu baginya. Bukti-bukti keesaan Allah adalah bahwa sesungguhnya alam semesta itu satu (yang disebut kesatuan alamiah). Beberapa bagiannya lebih mulia dan lebih tinggi dari sebagian yang lain. Dalam keseluruhan alam terdapat manusia yang merupakan makhluk yang dapat berfikir, alam fisik adalah badan dan lahiriyahnya, sedangkan alam arwah adalah ruh dan bathinnya.seluruhnya tersusun dalam kesatuan. Oleh karena alam itu satu, maka Tuhan penciptanyapun adalah satu.
Dalam pandangan islam, penciptaan alam semesta memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an yang artinya “Dan tidak Kami ciptakan langit dan bumi,dan apapun yang ada diantara keduanya untuk kesia-siaan” (Q.S 38:27). Pemahaman ini telah menepis pandangan kaum naturalis bahwa alam terjadi secara kebetulan yakni melalui proses alamiah berdasarkan hukum alam yang ada dalam dirinya. Oleh karena kebetulan tentu alam semesta tidak memiliki tujuan kecuali berjalan dengan hukum-hukum tersebut. Alqur’anpun telah menyatakan“Apakah kalian mengira bahwa kami menciptakan kalian hanya sia-sia dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Q.S 23: 115).
Islam menganjurkan umatnya untuk menjalankan agama secara kaffah (sempurna). Diantara komponen kesempurnaan itu adalah bahwa umat islam harus mengembangkan ilmu, terutama ilmu yang mempunyai perhatian tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 190 yang artinya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. Pernakah kita berfikir andai kita mengalami siang terus sampai hari kiamat atau sebaliknya jika kita mengalami malam terus sampai hari kiamat?. Pertanyaan seperti itupun sudah diajukan oleh Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 71 dan 72 yang artinya “Katakanlah, terangkan kepadaku, jika allah menjadikan untukmu malam it terus menerus sampai hari kiamat, siapa Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?” sedangkan di ayat 72 dinyatakan ” Katakanlah , terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memerhatikan ?. Siang dan malam seakan menjadi hal yang sepele dan biasa dalam kehidupan kita namun sebenarnya banyak mengandung makna. Dalam ayat diatas ada pertanyaan “siapa tuhan selain Allah?. Adakah tuhan selain Allah SWT. Yang telah mengatur terjadinya siang dan malam, yang mendatangkan terang dan gelap? Tidak ada dan Tidak ada seorangpun.
Selain menganjurkan untuk menjalankan agama secara kaffah dan mengamati alam semesta, manusia juga dianjurkan untuk mengEsakan Dia, tidak menyekutukan dengan siapa dan apapun. Manusia yang sempurna tidak akan mengkalaim dirinya memiliki bau ketuhanan melainkan mengaku sebagai hamba sejati yang selelu berusaha untuk mendekatkan diri kepada penciptanya dengan kerendahan diri. Hamba adalah hamba, Tuhan adalah Tuhan. Pemberian predikat kehambaan kepada hamba berarti pemberian predikat ketuhanan kepada Tuhan. Hamba bukanlah Tuhan dan Tuhanpun bukanlah hamba. Nabipun seorang hamba dan tak pernah ada nabi yang menganggap dirinya Tuhan.
“Dan ingatlh ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) Bukankah aku ini Tuhanmu?. Mereka menjawab betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. “(Q.S. Al-A’raf: 172)
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Q.S. Al-Anbiya’:107).