Selasa, 30 Oktober 2012

Banalitas Budaya Kampus

Wajah kebudayaan bangsa akhir-akhir ini menunjukkan kecenderungan perubahan ke arah kondisi, yang di dalamnya dirayakan aspek-aspek kebudayaan yang bersifat permukaan. Ruang-ruang kebudayaan dipenuhi oleh berbagai pertunjukan, tontonan, tayangan, representasi dan tindakan-tindakan yang mengeksploitasi berbagai bentuk yang bernilai rendah, banal dan dan tak-esensial.
Ruang-ruang budaya politik, ekonomi, hukum, media, hiburan, pendidikan, bahkan agama dipenuhi oleh berbagai strategi populer atau popularisme, yang menggunakan model-model strategi dan psikologi massa budaya populer, dalam rangka mencari popularitas, menghimpun massa, memenangkan pemilihan, mendapatkan pengikut, meningkatkan rating atau mencari keuntungan—popular strategies.
Kecenderungan ke arah strategi populer di dalam kebudayaan bangsa, termasuk budaya kampus, telah menggiring ke arah pendangkalan dan banalitas di dalam budaya politik, hukum, media, pendidikan, bahkan agama. Di dalam banalitas itu, iklan politik tidak dapat dibedakan lagi dari iklan sabun mandi; lembaga pendidikan tidak dapat dibedakan lagi dari agen-agen perjalanan; ceramah agama tidak dapat dibedakan lagi dari pertunjukan musik panggung;
Dengan sifat permukaannya, aktivitas-aktivitas kebudayaan lebih cenderung mengeksploitasi berbagai bentuk histeria massa (mass histeria), yaitu strategi memanipulasi emosi massa, sehingga mencapai kondisi puncak tak terkendali atau ekstasi, yang diperlihatkan dalam berbagai bentuk teriakan, tangisan atau kesedihan massa, baik dalam aktivitas politik, tontonan media, atau ritual keagamaan.
Di dalam ruang kebudayaan berlangsung sebuah proses pembalikan cultural (cultural reversal), yaitu proses ‘pengesensialan yang banal’, dan sebaliknya’ banalisasi yang esensial’. Segala yang tak-esensial—tetapi menghibur, menyenangkan, mempesona, dan menghanyutkan—mendapatkan ruang yang mewah di dalam media-media kebudayaan; sebaliknya, segala yang esensial—yang berguna dalam rangka pembangunan kreativitas bangsa, karakter bangsa (character building) dan pendidikan publik—justru tidak mendapatkan ruang hidupnya—the banality of culture.
***
Theodor Adorno, di dalam The Culture Industry (1991) mengatakan, bahwa kebudayaan yang dibangun mengikuti model-model budaya komoditi (culture industry), termasuk budaya kampus, hanya menghasilkan wujud-wujud kebudayaan yang dangkal, yang di dalamnya lebih dipentingkan daya tarik, keterpesonaan dan ekstasi massa yang bersifat temporer, dengan mengeksploitasi berbagai fetishism, untuk memenuhi hasrat rendah (desire) manusia, di antaranya adalah seks, kekerasan dan mistik.
Kebudayaan dalam format budaya massa cenderung dikendalikan oleh sekelompok elit (produsen, pengusaha, media), yang dalam rangka menarik massa yang luas, menciptakan bentuk-bentuk kebudayaan yang dapat dipahami dengan mudah oleh massa, sehingga ia cenderung bergantung pada bentuk-bentuk kebudayaan yang ringan, enteng, mudah, menghibur, menarik perhatian (eye catching) dan menimbulkan pesona—inilah banalitas kebudayaan.
Banalitas politik (banality of politics) telah menciptakan ruang-ruang publik politik yang dipenuhi oleh segala sesuatu yang bersifat permukaan, dangkal dan populer, yang tidak konstruktif bagi pendidikan publik politik. Berbagai keputusan politik (pilihan politik, kebijakan politik, strategi politik) sangat dibentuk oleh sifat populerisme ini, sehingga menggiring ke arah ‘pengkerdilan politik’, yang kini menggantungkan hidupnya pada citra permukaan dan populerisme tokoh.
Banalitas media (banality of media) telah menciptakan ruang-ruang media yang dipenuhi oleh berbagai fetishism bintang, tubuh, obyek, kekerasan dan mistik, yang motif utamanya adalah menciptakan kepuasan (jouissance) demi keuntungan, bukan pendidikan publik. Berbagai acara tontonan sinetron, kuis, reality show dan mistis menyedot habis-habisan kesadaran massa, yang digiring ke alam histeria, keterpesonaan dan kecanduan, sehingga tidak mempunyai ruang bagi pengembangan diri dan perenungan eksistensi.
Banalitas ekonomi (banality of economy) menciptakan ruang-ruang ekonomi yang dipenuhi oleh berbagai komoditi yang lebih banyak mengeksploitasi nilai tanda (sign value) dan libido (libidinal value), ketimbang nilai guna (use value); mengeksploitasi hasrat ketimbang kebutuhan. Berbagai produk—mobil, hand phone, kamera, pakaian—telah menggiring orang ke dalam ekstasi pergantian penampakan atau gayanya tanpa henti, yang sesungguhnya tidak esensial dibandingkan nilai-nilai gunanya, tapi kini dianggap penting.
Banalitas budaya kampus telah menciptakan lingkungan kampus, yang di dalamnya ruang-ruang kampus tidak ubahnya seperti ‘shop display’, yang di dalamnya mahasiswa lebih senang, di satu pihak, menampilkan gaya pakaian, gaya bicara, gaya handphone, gaya mobil, gaya tongkrongan, sebagai cara untuk menampilkan status, prestise, dan kelas, ketimbang mengejar pengetahuan; di pihak lain, tenggelam dalam mengejar tugas, nilai, dan kelulusan, tetapi tidak punya waktu dan keinginan untuk bersosialisasi dan bergaul di dalam kehidupan nyata (sosial, politik, kultural, spiritual).
Banalitas kampus telah menciptakan ruang-ruang kampus, yang telah berbaur dengan ruang-ruang budaya populer dan gaya hidup. Aktivitas-aktivitas kampus, di satu pihak, kini mengikuti model-model ekspresi budaya populer: kuliah di sebuah cafe, yang menyediakan door prize, studi banding (baca: jalan-jalan) yang disponsori perusahaan; di pihak lain, mengikuti model asylum, di mana mahasiswa dikondisikan hidup di dalam sebuah ruang ‘steril’, yang tidak ada kontak dengan masyarakat umum, dan persoalan sosial nyata.
***
Banalitas budaya kampus menciptakan anak bangsa sebagai manusia yang cenderung ‘hanyut’ di dalam apa-apa yang ditawarkan padanya (tontonan, produk, kesenangan, gaya, gaya hidup), tanpa mampu lagi mengembangkan daya kritis dalam dirinya. Inilah manusia yang digambarkan Baudrillard, In the Shadow of the Silent Majorities (1983), sebagai manusia fatalis, yang tidak berdaya di dalam kekuasaan sistem (obyek, tontonan, media, citra), dan hanyut di dalam logikanya—homo fatalis.
Manusia kampus sebagai manusia fatalis terserap ke dalam berbagai dunia (TV, fashion, komoditi, gaya hidup) yang bersifat permukaan, dan tidak dapat melepaskan diri darinya. Di dalamnya ia menjadi mayoritas yang diam (the silent majorities), yang tak mampu melakukan kritik dan refleksi, yang hanya dapat menyerap segala sesuatu, tanpa mampu menginternalisasikan dan memaknainya.
Manusia kampus adalah manusia penikmat (gaya, pengetahuan, teori), ketimbang pencipta, konsumer ketimbang produser. Budaya kampus yang dibangun oleh manusia fatalis adalah kebudayaan yang tidak produktif, yang hanya menghasilkan ‘budaya konsumerisme’. Inilah anak bangsa yang menghabiskan hidupnya, di satu pihak, untuk mencari nilai, gelar dan kelulusan; di pihak lain kepuasaan, keterpesonaan dan kesenangan, dan tidak punya waktu lagi untuk mengembangkan aspek-aspek kemanusiaan lainnya: intelektualitas, produktivitas, sosialitas, spiritualitas dan religiusitas.
Manusia fatalis adalah manusia yang sebagian besar ruang-waktunya dihabiskan di dalam banalitas layar (televisi, video game, chating, video), dan terserap ke dalam logika layar tersebut. Ia menerima secara tidak kritis gelombang citra-citra simulasi yang menyerang dirinya dari segala arah, sebagai cara ia memaknai hidupnya. Padahal, semuanya merupakan lukisan palsu tentang dirinya yang sebenarnya (true self), disebakan ia tidak mempunyai lagi daya resistensi dan daya kritis dalam menghadapi dunia banalitas tersebut.
Dalam meneropong arah budaya kampus di masa depan, harus ada upaya-upaya untuk menghentikan dominasi banalitas, popularisme, sifat steril dan asylum budaya kampus. Berbagai upaya untuk menciptakan budaya tanding (counter culture) harus digalang, dalam rangka menciptakan wajah kebudayaan yang lebih produktif, substantif, humanis, dan bermakna, yang di dalamnya manusia tidak lagi menjadi ‘subyek pasif’ kebudayaan, melainkan ‘subyek aktif’, yang mampu secara aktif, dinamis dan kreatif membangun dunia kebudayaannya sendiri.
Untuk itu, di masa depan yang dibutuhkan dalam rangka pembangunan budaya kampus yang lebih humanis, bermakna dan luhur adalah ‘manusia aktivis’, yaitu manusia yang mempunyai daya kritis, daya kreativitas, jiwa kepeloporan, keinginan berprestasi, hasrat inovasi, dan jiwa kosmopolitan, yang secara bersama-sama mampu membangun sebuah masyarakat yang tidak lagi dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan luar (kapitalisme, globalisasi), tetapi secara kreatif mampu memproduksi kebudayaan sendiri—self producing society.
Yasraf Amir Piliang
Ketua Forum Studi Kebudayaan (FSK) Fakutas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung

sumber

Selasa, 28 Agustus 2012


Dunia yang Dilipat ~ Sebuah Sinopsis

Apa yang Dilihat Mata Kita Di Masa Depan
Kini dunia telah memasuki suatu realitas baru, yakni realitas yang tercipta akibat pemadatan, pemampatan, peringkasan, pengecilan, dan percepatan dunia. Seluruh realitas tersebut merupakan sebuah dunia yang dilipat, yang di dalamnya tampil berbagai sisi dunia dengan wajahnya yang baru. Segalanya menjadi terasa kecil, ringkas dan serba praktis. Berpuluh-puluh jilid ensiklopedi yang memadati almari dan rak-rak buku kini, dapat dipadatkan dalam sebuah Tablet dan dengan mudah dibawa dan dibaca dimanapun. Menulis surat ke luar negeri yang dahulu memakan waktu berbulan-bulan, kini dapat dipersingkat dalam hitungan detik lewat layanan e-mail. Bercakap-cakap dengan orang yang bermil-mil jauhnya juga dapat dihantarkan melalui media internet sehingga nampak dilayar kita begitu nyata dengan tidak menghilangkan inti utama dari komunikasi itu sendiri
Sekarang coba kita bayangkan bahwa dunia itu seperti selembar kertas. Sebagaimana seorang ahli origami (seni lipat kertas Jepang), lipat kertas tersebut menjadi dua, empat, delapan, enam belas, dan seterusnya …. hingga pada satu titik, kertas tersebut tidak dapat dilipat lagi, bagaimanapun caranya. Lipatan selanjutnya tidak dapat dilakukan karena adanya batas kemampuan struktur kertas itu yang menahan perubahan dirinya. Pemaksaan berupa penekanan, pemadatan, pemampatan atau perusakan akan memungkinkan kertas dilipat lebih lanjut. Namun hal ini berarti kita telah melampaui batas-batas struktur, sifat, dan karakteristik yang seharusnya tidak dilewati. Melipat melewati batas yang seharusnya tidak dilewati melalui cara pemaksaan, pemadatan, pemampatan, penekanan, perusakan, pengerdilan (miniaturisasi) itulah lukisan sesungguhnya dari apa yang disebut sebagai dunia yang dilipat. Pembahasan seperti ini ditulis jelas oleh Dosen FSRD ITB, Dr. Yasraf Amir Piliang, M.A melalui bukunya “Sebuah Dunia yang Dilipat” (Realitas Kebudayaan Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya Posmodernisme). Beliau mencoba mengungkap cermin dari dunia yang telah melampaui batas-batas yang seharusnya tidak dilaluinya, yang menciptakan sebuah wajah baru kebudayaan yang tak terbayangkan, tak terpikirkan, dan tak terimajinasikan sebelumnya.
Meski ini merupakan buku lama beliau terbitan Mizan cetakan pertama pada 1998 akan tetapi ulasan-ulasannya tetap up-to-date, Beliau menguraikan menjelang milenium ketiga, fenomena-fenomena menarik sebagai sebuah realitas baru tumbuh dengan subur bak kapang di musim hujan. Ini terjadi karena ditopang dan didorong oleh teknologi Informasi. Yasraf Amir Piliang, penulis buku ini mencoba memaparkan berbagai realitas kehidupan kontemporer di penghujung milenium kedua. Secara esensial, buku ini mendeskripsikan, baik secara ekspresif maupun impresif, fragmen-fragmen dunia yang dapat dilipat yang terasa mengalami perubahan budaya secara cepat, dramatis dan amat dipengaruhi oleh proses pengglobalan keadaan yang menyangkut hampir segala bidang kehidupan.
Keterpesonaan akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berakhir pada peniscayaan terhadap ratio membuat manusia memandang dan menghadirkan dunia dengan segala persoalannya sebagai realitas yang sederhana. Yasraf Amir Pilliang mengistilahkan dunia seperti itu sebagai dunia yang telah dilipat. Hal ini disebabkan oleh kenyataan betapa kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat aktivitas hidup manusia semakin efektif dan efisien.
Dunia yang telah dilipat muncul sebagai konsekwensi dari kehadiran berbagai penemuan teknologi mutakhir terutama transportasi, telekomunikasi dan informasi, jarak-ruang semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan dalam pergerakan di dalamnya, inilah pelipatan ruang-waktu. Adalagi pelipatan waktu-tindakan, yakni pemadatan tindakan ke dalam satuan waktu tertentu dalam rangka memperpendek jarak dan durasi tindakan, dengan tujuan mencapai efisiensi waktu. Dahulu manusia melakukan satu hal dalam satu waktu tertentu, seperti memasak, menyetir, membaca, menelepon dan lain-lain. Kini, manusia dapat melakukan banyak hal dalam satu waktu bersamaan, menyetir mobil sambil menelepon, mendengar musik, makan dan sambil bicara.
Pada bagian lain ada pula miniaturisasi ruang-waktu, dimana sesuatu dikerdilkan dalam berbagai dimensi, aspek, sifat dan bentuk lainnya. Realitas ditampilkan melalui media gambar, fotografi, televisi, film, video, dan internet. Sebagaimana yang dikatakan oleh Paul Virilio yang dikutip Yasraf Amir Pilliang, bahwa ruang saat ini tidak lagi meluas, tetapi mengerut di dalam sebuah layar elektronik. Jika ingin mengetahui sesuatu yang riil, manusia dapat mencari dan menyaksikan melalui video, film, televisi. Ingin tahu mendetail tentang sang bintang idola, maka orang tinggal mengklik satu situs dalam internet, kemudian tampillah sang bintang dengan ragam tentang dirinya, dan seterusnya. Demikianlah di antara beberapa gambaran tentang pelipatan dunia oleh perkembangan teknologi mutakhir di bidang transportasi, komunikasi dan informasi.
Pada bab satu yang berjudul ’Perangkap-perangkap Ekstasi’, Yasraf menjelaskan terperangkapnya berbagai sisi kehidupan ke dalam perangkap-perangkap ekstasi, yakni ekstasi ekonomi, ekstasi komoditi, ekstasi komunikasi, ekstasi konsumerisme, ekstasi gaya hidup, ekstasi televisi, ekstasi seksual, ekstasi internet, dan ekstasi ecstasy. Selain itu, Yasraf mengajak kita untuk berkontemplasi agar terlepas dari perangkap-perangkap tadi. Hal ini memiliki potensi kejadian yang cukup kuat jika manusia kontemporer dikembalikan lagi pada dunia kedalaman spiritual, kehalusan nurani, dan ketajaman hati di tengah belantara citraan, bujuk rayu dan kepalsuan masyarakat konsumen yang mana menjadi fenomena dewasa ini.
Ekstasi sendiri merupakan suatu keadaan mental dan spiritual yang mencapai titik puncak, saat jiwa tiba-tiba naik ke tingkat pengalaman yang lebih dalam dibandingkan kesadaran sehari-hari, sehingga muncul puncak kemampuan diri dan kebahagiaan luar biasa serta trance, kemudian diiringi oleh pencerahan.
Pada umumnya, orang menganggap puncak ekstasi itu adalah kesenangan dan hiburan semata, semisal fashion, free sex, dan sebangsanya. Namun, hakikat puncak ekstasi adalah upaya maksimal yang dapat kita lakukan untuk meraih kesempurnaan diri di hadapan Tuhan. Berkat kekeliruan persepsi tentang puncak ekstasi tersebut, maka muncullah masyarakat konsumer yang penuh narsisisme, yakni suatu kecenderungan memandang dunia dari cerminan nafsu, dari kegairahan, bahkan dari ketakutan-ketakutan.
Namun sayangnya, tenggelam dalam siklus hawa nafsu berlebihan dan berkepanjangan menyebabkan seseorang menjadi beku atau hampa akan makna, nilai-nilai dan esensi moral. Dampaknya bisa kita lihat sekarang, segala sesuatunya menjadi semakin tidak keruan, sebagaimana menyebarnya virus HIV/AIDS, ekonomi libido, ekstasi ekonomi, ekstasi seksual, ekstasi permainan (semisal olahraga), bahkan perubahan segala sesuatunya menjadi virtual (termasuk virtual money).
Sedangkan pada bab kedua dibahas mengenai ‘realitas-realitas parodi’. Bab ini menjelaskan berbagai bentuk wacana parodi di dalam masyarakat dan kebudayaan kontemporer. Misalnya: parodi seni, parodi politik, parodi sosial, parodi ekonomi, dan parodi seksual. Di sini, manusia memparodi dirinya sendiri karena mereka telah kehilangan kepercayaan terhadap diri mereka sendiri. daripada percaya terhadap image atau wilayahnya sendiri, manusia lebih memilih percaya pada apa yang disebut di dalam ilmu psikoanalisis sebagai image cermin (mirror image) dari dirinya sendiri.
Dalam buku Sebuah Dunia Yang Dilipat ini, Yasraf A. Piliang betul-betul memaparkan dengan gamblang bahwa internet merupakan sarana yang berhasil memadatkan ruang dan waktu dalam beberapa detik. Dewasa ini, seseorang tidak perlu lagi mempersiapkan paspor dan visa untuk mengetahui keindahan air terjun Niagara atau kecantikan kota Venice di Italia. Orang tidak perlu mencapai ribuan kilometer untuk mencari gadis dari kawasan Amerika Latin.
Sama halnya pula yang dikatakan lagi oleh Yasraf bahwa dunia maya memungkinkan seseorang bertindak sesuai apa yang diinginkan oleh kesadarannya. Segala tindak-tanduk manusia bisa dimodifikasi sesuai dengan keinginan hati. Hal ini ditunjang oleh fasilitas internet yang bisa diperbaharui atau dihapus.
Menurutnya, dunia maya merupakan gabungan antara kebenaran dan kepalsuan. Seluruh bentuk kebenaran bersanding pada saat bersamaan dengan bentuk-bentuk kejahatan. Yasraf menyebut semua hal bebas berkeliaran di dalamnya. Kebebasan menjadi instrumen bagi cyber-violence, cyber-pron, dan cyber anarchy.
Pada bagian terakhir, yakni ‘jejak-jejak milenium’, diterangkan mengenai jejak-jejak milenium yang mengungkapkan secara ironis bagaimana masyarakat kontemporer kita yang tengah memasuki milenium ketiga terkurung di dalam realitas semu yang menguasai realitas kehidupan. Bermacam realitas baru yang maya mengurung masyarakat kontemporer dari setiap arah, yakni hiperealitas, realitas virtual, ekonomi virtual, politik virtual, dan media virtual.
Dunia terkurung di antara dunia virtual dengan dunia kenyataan hidup (fakta). Atau dengan kata lain terkurung di antara realitas semu dimana semua yang padat melebur ke dalam layar kaca serta semua yang mahal berada di shopping mall. Antara layar kaca dan shopping mall memiliki hubungan erat, sebab semua yang ada di layar kaca menjadi tontonan dan panutan manusia (sinetron, informasi, iklan, dsb) dan shopping mall merupakan alat komoditi untuk memuaskan fantasi manusia yang dihasilkan oleh tayangan dari layar kaca.
Memasuki milenium ketiga, terciptalah ekonomi virtual dan masyarakat cyber, sehingga semua hal yang kontradiktif hadir bersamaan (baik/buruk, moral/amoral, kaya/miskin). Dalam keadaan seperti inilah muncul virus-virus yang dapat melenyapkan batas-batas sosial, semisal virus AIDS, virus program, virus soros, dan virus spekulan mata uang. Sebagai dampak globalisasi, uang yang menjadi virtual money kehilangan maknanya sebagai sistem ukuran bagi produksi dan nilai dalam dunia nyata.
Hal vital yang perlu kita perhatikan dewasa ini adalah bahwa dimanapun dan kapanpun, kita tetap tidak akan aman dari invasi getaran hawa nafsu dan arus energy libido yang diakibatkan oleh tayangan-tayangan televisi, video, atau jaringan computer yang ‘pelan tapi pasti’ dapat menjadikan manusia tak lagi bermoral.
Selain itu terdapat pula libidosophy yang melakukan pengembaraan dalam menjelajahi konsep-konsep serta kemungkinan pelepasan nafsu dan pemyempurnaan energi libido. Amerika Serikat merupakan contoh negara dimana penduduknya bebas melakukan libidosophy sehingga berkembanglah logika libidonomics (tidak cukup hanya 1 kesenangan atau1 hiburan).
Di samping mengikuti gaya hidup yang penuh upaya menanggalkan hawa nafsu dan arus energi libido (gaya hidup konsumerisme), tentunya manusia masih memiliki beberapa pilihan gaya hidup alternatif menuju ke arah yang lebih baik, antara lain gaya hidup etnik dan subkultur, spiritualisme dan neo spiritualisme, atau gaya hidup hijau.
Bahaya lain yang mengancam kita di tengah era globalisasi dan modernisasi ini adalah libidosophy (yang dijelaskan di atas) dan pornografi yang mengancam masa depan kebudayaan karena sudah terlalu bebasnya manusia mengeluarkan hasratnya tanpa ada batas-batas tertentu. Kemudian hal ini jua yang dapat membinasakan peradaban manusia. Padahal nenek moyang manusia yang amat primitif dengan segala usahanya telah mencoba membangun bumi yang aman, damai, dan sejahtera bagi seluruh penghuninya. Terdapat sebuah konteks menarik dalam buku ini, yaitu ‘transparansi kebudayaan’ yang pada akhirnya mewajibkan manusia untuk memilih (sebagaimana halnya gaya hidup) untuk kelangsungan dan keselamatan dunia berikut isinya.
Menuju kota digital, seperti yang kita bayangkan dimana segala sesuatunya berlaku sangat bebas, modern dan tanpa batas, ternyata memiliki sisi lain selain sisi positifnya. Adapun sisi negatifnya adalah munculnya kondisi menuju kota mati, proses kematian geografi yang diambil alih oleh kolonialisasi imagologi.
Secara umum, buku ini menerangkan dan mengingatkan kita akan fakta sebuah dunia yang dilipat dengan seluruh pernak-perniknya dan segala dampaknya (baik positif atau negatif). Dengan hamparan-hamparan fakta didukung oleh dasar pemikiran yang kuat, menjadikan buku yang ditulis oleh Yasraf Amir Piliang ini menggugah manusia untuk mengetahui ada apa sebenarnya di balik dunia yang semakin berlipat ini.
Rasa kepedulian akan buruknya mengumbar hawa nafsu dan peringatan bahwa tidak ada yang aman di dunia ini cukup menjadi cambuk kepada pembaca agar tetap hidup di jalan yang lurus (benar). Globalisasi, modernisasi, atau apapun namanya hanyalah merupakan sebuah perubahan dalam hidup manusia, namun jangan sampai manusia ikut terseret dalam arus menyesatkan di dalam pusarannya.
Satu hal yang menarik dari buku ini adalah ketika Yasraf menjelaskan istilah ekstasi yang digunakan secara latewral ketika di sana-sini digambarkan anak-anak muda yang hanyut di dalam pengaruh pil ectasy. Namun, istilah ekstasi juga digunakan secara metafor saat berbagai hal pada bagian satu berbicara ekstasi ekonomi, ekstasi komunikasi atau ekstasi media. Buku yang sangat menarik ini memiliki keunikan tersendiri karena mengungkap secara komprehensif realitas kebudayaaan menjelang milenium ketiga dan matinya posmodernisme. Selain itu sangat relevan bagi seluruh kalangan yang menginginkan mengerti hakekat kehidupan dan realitas budaya sehingga tidak terjebak ’kesemuan’.

~Sumber~

Selasa, 24 Juli 2012

APA YANG BISA DIBANGGAKAN DARI ORANG JELEK?

1. orang jelek bisa dapat pacar berdasarkan Chemistry.
bukan berdasarkan Look saja.
Chemistry lebih sulit didapat daripada Look.
orang jelek bisa dapat pacar yang bener2 dari Hati.
pacar yang memang bener2 mau nerima apa adanya...
dengan demikian, umur pacaran ga cuma seumur jagung.

2. dengan kejelekan, otomatis Sedikit yang suka sama kita.
dengan demikian kalo kita udah punya pacar,
kita akan terjauh dari yang namanya selingkuh.
otomatis hubungan sama pacar jadi awet.

3. cinta yang didapat oleh orang jelek bukan Cinta Monyet
bukan Easy Love Easy Come Easy Go (baca : gonta ganti pacar)
karena bukan tampang yang diliat.
karena itulah orang jelek lebih bisa belajar untuk jadi pasangan yang setia.
beda dengan sebagian orang ga jelek yang masi nganggep pacaran itu sebatas Have Fun


so... at least kita tau modal kita masing2 dan bisa ngira2 mana yang pantes buat kita lakukan.

inget... semua orang Berhak Pacaran
mau jelek, ga jelek, biasa aja...
cuma masalah waktu aja yang beda².

ada sebuah kutipan sederhana
yang diucapkan oleh seseorang pada pacarnya yang jelek
bunyinya begini:
"Your Beauty, is Your Will to Love Me"
(Kecantikan kamu, adalah kesediaan kamu mencintaiku)

Akhir kata... Jelek bukan Halangan...

Salam Jelek... sumber

Jumat, 01 Juni 2012

Belajar Dari Sebuah Kesalahan


Tidak ada orang yang suka berbuat kesalahan. Namun jika anda ingin melewati hidup dengan baik, maka tidak ada jaminan bagi anda untuk tidak melakukan kesalahan. Jika anda dapat belajar dari kesalahan dengan tepat, maka anda akan mendapatkan bahan bakar baru untuk maju kedepan.

Anda harus menyadari bahwa kesalahan adalah bagian yang penting dalam pengembangan diri. Jangan termenung terus dengan rasa bersalah dan penyesalan, pelajari bagaimana anda dapat belajar dari kesalahan-kesalahan tersebut.

1. Minta Maaf dengan Tulus dan Sungguh-sungguh
Jika anda telah melakukan kesalahan yang menyakiti/membahayakan orang lain, sangat penting bagi anda untuk segera meminta maaf dengan sungguh-sungguh. Pastikan bahwa itu adalah betul-betul suatu kecelakaan yang tidak akan terulang. Permintaan maaf yang baik akan mengembalikan tingkat kepercayaan orang tersebut pada anda.

Sebaliknya, jika anda tidak meminta maaf, maka kemungkinan besar orang tersebut akan menyerang anda.

Akan sangat efektif jika anda meminta maaf secara pribadi dibandingkan lewat surat atau email. Namun, begitu anda telah mendapatkan maaf, jangan sampai melakukan kesalahan yang sama lagi, karena itu adalah suatu kekonyolan dan sangat menjengkelkan. Segera perbaiki tindakan-tindakan anda.

2. Jangan Menjadi Seorang Yang ’Perfectionist’
Jika anda menjalani hidup dengan ketakutan untuk melakukan kesalahan, maka anda akan menghabiskan hidup anda dengan tidak melakukan apa-apa. Bukan masalah jika anda melakukan kesalahan, karena sekali lagi itu adalah bagian penting dari hidup agar anda terus maju. Semakin banyak tanggung jawab yang anda pikul, kemungkinan anda melakukan kesalahan pun semakin sering.

Jika anda selalu ingin merasa semuanya sempurna, selalu ingin menghindari kesalahan-kesalahan sekecil apapun, hal itu lama kelamaan akan membentengi diri anda secara psikologi dan anda menjadi tidak berani dalam mengambil resiko.

3. Jangan Membuang Waktu Dengan Mencari Pembenaran
Kita manusia mempunyai sifat alami untuk mencari pembenaran atas kesalahan-kesalahan yang kita lakukan. Ketika kita melakukan kesalahan, rata-rata reaksi pertama kita adalah menyalahkan orang lain.

”Ya, saya telah menabrak mobil di depan saya, tapi itu adalah karena teman saya yang selalu mengajak saya bergosip sehingga konsentrasi saya terpecah…”

”Saya tidak dapat menyelesaikan tugas sesuai jadwal karena komputer saya mengalami gangguan …”

Perlu anda ketahui, ketika kesalahan telah dibuat, atasan anda sama sekali tidak tertarik dengan pembenaran-pembenaran yang anda buat. Kita mencari pembenaran karena ego kita yang tinggi. Kadang-kadang, hal terbaik yang perlu diucapkan, sangat sederhana : ”Ya, saya telah melakukan kesalahan.”

4. Pahami Mengapa Kesalahan Tersebut Dapat Terjadi
Kesalahan-kesalahan dapat terjadi karena berbagai macam kesalahan. Untuk mencegah terjadinya kesalahan yang sama dua kali, anda harus memahami akar permasalahannya.

Sebagai contoh, anda seringkali berbicara dengan nada cepat dan marah; sering anda mengeluarkan kata-kata yang kurang baik. Anda harus mencari tahu apa yang menyebabkan anda marah pada saat itu. Mungkin anda merasa sangat lelah atau kepala anda sedang sakit. Jika anda melakukan kesalahan karena anda begitu lelahnya, cobalah untuk tidak tidur sampai larut malam. Jika anda merasa stress, carilah jalan untuk membuat anda relax.

5. Hindari Mengulang Kesalahan Yang Sama
Anda harus menghindari perasaan bersalah yang terus menerus karena telah berbuat kesalahan, namun pada saat yang sama, anda harus mencari jalan pemecahan dan melakukan tindakan perbaikan. Jika anda mengulang kesalahan yang sama, hal tersebut menunjukkan bahwa anda tidak mengalami suatu kemajuan dan menyebabkan kerugian/penderitaan yang berulang.

Seringkali kesalahan disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaan yang buruk. Untuk mencegah kesalahan yang sama berulang, anda harus menghapuskan kebiasaan buruk tersebut. Hal ini memang tidak mudah dan membutuhkan usaha ekstra untuk merubah kebiasaan. Bagaimanapun, semakin cepat anda bisa merubah kebiasaan buruk tersebut, semakin cepat anda menghindari melakukan kesalahan yang sama.

6. Kesalahan Adalah Kesempatan Untuk Belajar
Dari kesalahan-kesalahan yang telah anda buat, tentu saja anda akan semakin berkembang dan bijak. Kesalahan-kesalahan, dalam hubungannya dengan keberanian mengambil resiko, merupakan sesuatu yang krusial untuk kesuksesan anda. Hal yang terpenting adalah melihat kesalahan sebagai batu loncatan untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi dan kehidupan yang lebih baik.




Sumber. memobee.com/index.php?do=c.share_my_story&idms=736

Selasa, 07 Februari 2012

Hidup Begitu Indah Dengan Selalu Ikhlas Menjalani Hidup Dan Bersyukur



Kesibukan dan tekanan hidup seringkali membuat kita lupa bersyukur, yaitu berterima kasih atas segala karunia Tuhan YME. Sesunguhnya ada banyak hal berupa kemudahan dan anugrah luar biasa dari Sang Maha Pencipta yang kita terima setiap hari. Bila kita banyak bersyukur atas semua anugrah tersebut ini akan memberi berjuta manfaat dan menjadikan hidup ini sangat menyenangkan. 
Manfaat syukur akan kembali kepada orang yang bersyukur, dan salah satunya adalah menjadikan hati ini lebih tentram. Sebab bersyukur sama dengan mengingat kebaikan-kebaikan yang diberikan oleh Tuhan. Orang yang paling bahagia adalah orang yang pandai bersyukur.

Dalam hal ini saya mengutip rilis dari sebuah media mengenai Michael Inzlicht, dari University of Toronto, yang telah melakukan beberapa penelitian bahwa mengingat Tuhan itu akan memberikan rasa tentram. “Memikirkan tentang hal yang religius akan membuat kita lebih tenang ketika kita dihadapkan dengan hal yang membuat stres seperti melakukan kesalahan,” katanya.


Orang yang selalu bersyukur adalah orang yang merasa dalam curahan karunia dan kasih sayang-Nya. Karenanya, orang yang selalu bersyukur itu selalu dapat berpikir bahwa segala sesuatu pasti memiliki manfaat positif di kemudian hari. Kalaupun ditimpa cobaan atau memiliki kekurangan, rasa syukur itu akan membantu dirinya kembali memperoleh semangat untuk menghasilkan karya yang inspiratif, mengalahkan tantangan, sukses, berprestasi, dan mencapai segala impian.
Bersyukur atas apapun realita hidup yang kita terima ini dapat mengatasi perasaan putus asa. Ketidaksempurnaan, kehilangan atau kerugian apapun memang dapat mengecilkan hati, kecewa, dan putus asa. Namun dengan senantiasa mensyukuri karunia apapun yang kita terima, ini akan membantu kita lepas dari perasaan putus asa.


“The seeds of discouragement cannot take root in a grateful heart. – Benih-benih keputusasaan tak akan dapat berakar di hati yang penuh rasa syukur,” kata Oel Olsteen, penulis buku Living Your Best Life Now.Dalam hidup ini kita menerima banyak sekali karunia, berupa sehat, sukses, pintar, anggota tubuh, dan lain sebagainya. Rasa syukur itu akan membantu kita untuk menghargai apapun yang kita miliki. Dengan syukur, segala sesuatu menjadi penuh berkah dan manfaat.


Bersyukur atau berterima kasih kepada Tuhan atas segala karunia-Nya merupakan komponen kunci untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan. Kemampuan tiap orang untuk bersyukur dapat dikembangkan dari waktu ke waktu. Seperti kemampuan lainnya, kemampuan untuk selalu bersyukur berkembang jika dilatih dan dibiasakan terus menerus.


Sebuah cara yang dapat Anda gunakan untuk meningkatkan rasa syukur adalah menuliskan atau mengingat beberapa hal yang Anda syukuri setiap hari. Jurnal rasa syukur ini merupakan cara yang baik untuk memulai rasa syukur yang lebih besar dalam hidup Anda. Contoh hal kecil namun patut disyukuri adalah menikmati cuaca yang baik sehingga bisa jalan-jalan atau beraktifitas dengan lancar, tidak kesulitan mendapatkan makanan dan minuman, tidak kesulitan bernafas dan lain sebagainya. Jika terus dikumpulkan, suatu saat kita akan takjub karena demikian besar karunia Sang Pencipta yang telah kita terima dan nikmati.


Keyakinan dan bekerja sebaik mungkin merupakan bentuk rasa syukur atas karunia Tuhan YME. Selain itu, wujudkan rasa syukur dengan berdoa dan beribadah. Rasa syukur juga dapat dilakukan dengan berbagi kepada orang lain, berupa ilmu, harta, kemampuan dan lain sebagainya.


Upayakan untuk menghiasi pikiran dan sikap dengan rasa syukur kapanpun dan dimanapun. Hal itu dapat mempengaruhi sikap mental menjadi lebih positif. Dengan begitu Anda perlahan-lahan mulai menarik hal-hal positif ke dalam kehidupan Anda.


Di balik segala sesuatu yang kita keluhkan pasti ada satu hal yang dapat kita syukuri. Bersyukurlah karena pada akhirnya Anda akan dapat melihat lebih banyak hal positif di dalam diri Anda. Beberapa kalimat inspiratif yang saya kutip dari sebuah media online berikut ini mudah-mudahan dapat senantiasa mengingatkan kita semua untuk selalu bersyukur.
  • Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata-kata kasar – Ingatlah akan seseorang yang tidak bisa berbicara.
  • Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu – Ingatlah akan seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.
  • Sebelum engkau mengeluh tentang pacar, suami atau isterimu – Ingatlah akan seseorang yang menangis kepada Tuhan meminta pasangan hidup.
  • Hari ini sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu – Ingatlah akan seseorang yang begitu cepat dipanggil Tuhan.
  • Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu – Ingatlah akan seseorang yang begitu mengharapkan kehadiran seorang anak, tetapi tidak mendapatnya.
  • Sebelum engkau bertengkar karena rumahmu yang kotor, dan tidak ada yang membersihkan atau menyapu lantai – Ingatlah akan orang gelandangan yang tinggal di jalanan.
  • Sebelum merengek karena harus menyopir terlalu jauh – Ingatlah akan sesorang yang harus berjalan kaki untuk menempuh jarak yang sama.
  • Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu – Ingatlah akan para penganguran, orang cacat dan mereka yang menginginkan pekerjaanmu.
  • Sebelum engkau menuding atau menyalahkan orang lain – Ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa dan kita harus menghadap pengadilan Tuhan.
  • Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu – Pasanglah senyuman di wajahmu dan berterima kasihlah pada Tuhan karena engkau masih hidup dan ada di dunia ini. Hidup adalah anugerah, jalanilah, nikmatilah, rayakan dan isilah dengan baik dan penuh rasa syukur. 


Sumber. http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9555446